BELAJAR ILMU-ILMU AGAMA, BUKAN SEPELE DAN MURAHAN

BELAJAR ILMU-ILMU AGAMA, BUKAN SEPELE DAN MURAHAN

Artikel Terbaru ke-2.181

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

 

            Di tengah ramainya peredaran ucapan selamat untuk para santri yang diterima di Perguruan Tinggi terkenal, hampir tidak tampak ada ucapan selamat untuk santri yang kuliah di Prodi (Jurusan) Ilmu-ilmu agama (ulumuddin). Misalnya, kuliah di jurusan Aqidah, Ilmu al-Quran, Hadits, Dakwah, Bahasa Arab, dan sebagainya.

            Inilah salah satu fenomena loss of adab, hilang adab. Adab terhadap ilmu seharusnya diwujudkan dalam menempatkan ilmu-ilmu yang fardhu ain di tempat termulia. Kekacauan ilmu telah menyebar luas, sehingga memunculkan tantangan terberat bagi umat Islam di zaman ini, yaitu the challenge of knowledge. Itulah teori penting dari Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas yang disampaikan di Kota Mekkah, tahun 1977.

            Kini, di tengah dominasi paham sekularisme-materialisme, maka kampus yang dianggap unggul adalah yang lulusannya dianggap banyak jadi pejabat atau orang kaya. Di kampus-kampus konvensional seperti ini, biasanya tidak ada ujian iman, ibadah, mengaji, atau ujian akhlak, bagi calon mahasiswa dan calon sarjana!

Kampus yang menawarkan keunggulan iman, taqwa, dan akhlak mulia biasanya kurang diminati, sebab dianggap tidak menawarkan kesuksesan secara materi, dan dipandang tidak bergengsi. Pertanyaan umum tentang perguruan tinggi adalah lulusannya “kerjanya dimana”; bukan lulusannya “berdakwah dimana”!

            Karena itulah, dalam menghadapi tantangan dan ujian pemikiran yang sangat berat, ada baiknya kita mengingat kembali semangat dan doa Badar yang dipanjatkan Rasulullah dengan sangat bersungguh-sungguh. Dikabarkan, bahwa  saat perang Badar Rasulullah saw memandang orang-orang musyrik yang berjumlah seribu orang, sementara sahabat beliau hanya berjumlah 319 orang.

Maka Nabi saw menghadap kiblat, kemudian mengangkat kedua tangannya dan bermunajat kepada Allah: “Ya Allah penuhilah janji-Mu padaku, ya Allah berilah apa yang telah Engkau janjikan padaku, ya Allah jika pasukan Islam ini hancur, niscaya tak ada lagi orang yang akan beribadah kepada-Mu di muka bumi ini.”  (HR Muslim).

Kita yakin, peradaban Islam akan unggul jika lahir di tengah-tengah umat ini generasi unggul yang salah satu sifatnya adalah “senantiasa berjihad di jalan Allah” (QS al-Maidah: 54). Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin menyebutkan, hidup dan matinya umat tergantung aktivitas amar ma’ruf nahi munkar.

Dakwah adalah kewajiban umat Islam. Dakwah menentukan jatuh dan bangunnya umat Islam. Jika semangat dakwah hilang dan umat terjebak dalam kesibukan duniawi semata, maka mereka akan menjadi umat yang hina. Dakwah itu wajib dan penting. Karena itulah belajar ilmu dan ketrampilan dakwah perlu sungguh-sungguh;  bukan kerja sambilan apalagi diabaikan.

Berdakwah adalah pekerjaan para Nabi dan orang-orang mulia. Berdakwah memerlukan bekal yang berat. Berdakwah perlu ilmu dan hikmah. Untuk melahirkan seorang dai yang hebat diperlukan pendidikan yang bermutu tinggi. Guru-gurunya harus bagus. Murid-muridnya harus bagus. Orang tua murid harus baik. Dan adab mencari ilmunya harus benar. Jadi, berdakwah bukanlah pekerjaan sambilan apalagi asal-asalan.

Jika anak-anak pintar yang lulus SMA tidak mengutamakan aktivitas dakwah, maka ini bukan pertanda yang baik untuk masa depan umat dan bangsa. Itu bukan berarti anak-anak itu hanya belajar ilmu dakwah, tetapi ia harus belajar semua ilmu dan keahlian yang diperlukan untuk menjadi dai yang hebat. Jangan terjebak dengan paham linierisme sempit yang mengarahkan mahasiswa berkaca mata kuda; hanya tahu bidang studinya tanpa peduli dengan ilmu-ilmu lain yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas perjuangan.

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/belajar-ilmu-ilmu-agama,-bukan-sepele-dan-murahan

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait