Artikel ke-1.801
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada 11 Februari 2024 saya mengisi acara Seminar tentang Politik Islam di Istitute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS). Pembicara lain adalah sejarawan Dr. Tiar Anwar Bahtiar dan wartawan senior Hannibal Wijayanta.
Pada kesempatan itu saya menyampaikan data bahwa dalam perspektif politik kepartaian, suara partai Islam memang menurun. Tetapi, identitas Islam semakin menguat dalam kancah politik di Indonesia. Apalagi, jika dilihat dalam perspektif sejarahnya yang panjang, politik Islam terus mengalami tren kenaikan.
Indonesia adalah negeri yang diberkati Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Negeri ini dulunya 100 persen penduduknya bukan muslim. Lalu, datanglah para ulama – diantaranya adalah Wali Songo – membawa rahmat dan cahaya Tauhid ke negeri ini. Para ulama itu membawa cahaya iman dan tuntunan luhur dalam hidup berpribadi, berkeluarga, berbangsa, dan bernegara. Maka, jadilah para ulama dan pejuang-pejuang itu benar-benar membawa rahmat bagi umat manusia dan alam Nusantara.
Atas berkat rahmat Allah dan semangat perjuangan yang luar biasa, para pendakwah Islam tersebut, berhasil mengambil hati sebagian besar masyarakat Nusantara. Jadilah negeri seluas dan seberagam ini kemudian disatukan dengan satu bahasa dan satu agama. Tanpa ada paksaan, tanpa pengusiran, apalagi pembantaian, hampir seluruh penduduk di wilayah ini menerima Islam sebagai agama mereka.
Bahkan, dalam sejarahnya, para wali berhasil mewujudkan satu tatanan sosial politik di berbagai wilayah Nusantara dengan mewujudkan sejumlah kerajaan Islam. Proses Islamisasi wilayah Nusantara itu berlangsung dengan damai sampai datanglah para penjajah dari Eropa yang membawa misi 3-G: Gold, Gospel dan Glory. Ketika itulah, proses Islamisasi mengalami tantangan dan hambatan serius.
Penjajah bukan hanya mengeruk kekayaan alam Nusantara, tetapi – menurut Mohamamd Natsir – penjajah juga melakukan proses Kristenisasi, nativisasi dan sekulerisasi. Upaya sekulerisasi itu membuahkan hasil terjadinya fragmentasi di antara masyarakat Indonesia dalam merumuskan konsep ideal negara merdeka.
Sebagian memandang bahwa negara ideal harus diatur oleh agama (Islam). Sebagian lagi memandang, negara ideal, harus dipisahkan dari agama. Dua golongan itu kemudian dikenal sebagai kaum nasionalis Islam dan kaum nasionalis sekuler. Dua golongan inilah yang menurut Prof. Deliar Noer, mewakili dua aspirasi ideologis utama, dalam kancah kenegaraan di Indonesia.
Kaum sekular terus menggaungkan wacana agar jangan membawa-bawa agama dalam berbagai bidang kehidupan. Politik, misalnya, sekedar dimaknai sebagai seni untuk meraih kuasa, dengan segala acara, terlepas dari pertimbangan agama. Seolah-olah membawa pertimbangan agama dalam berpolitik adalah tindakan tercela. Itulah politik sekuler, yang menafikan tuntutan Tuhan dan akhlak mulia.
Lanjut baca,
INSYAALLAH POLITIK ISLAM MAKIN MENGUAT DI INDONESIA (adianhusaini.id)