Artikel ke-1795
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya di malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, yang Kami berkati sekelilingnya karena hendak Kami perlihatkan kepadanya tanda-tanda Kami. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar Maha Melihat.” (QS 17:1).
Memasuki bulan Rajab 1445 Hijriah, kita patut merenungkan kembali satu peristiwa Agung yang terjadi pada diri Nabi Muhammad saw. Yakni, peristiwa Isra’ Mi’raj. Para ulama menafsirkan perjalanan Nabi Muhammad saw itu bukan semata-mata perjalanan spiritual. Tetapi, beliau melakukan perjalanan hingga Sidratul Muntaha, dengan diri beliau. Yakni, dengan jiwa dan raga. Ini peristiwa ilmiah. Ini fakta. Ini bukan dongeng.
Menurut Ibn Katsir, berdasarkan sejumlah hadits Nabi saw, bisa dipahami bahwa Nabi saw menjalani Isra’ dan mi’raj dengan tubuh dan ruhnya, dalam keadaan sadar, bukan dalam kondisi tidur seperti mimpi. Perjalanan Nabi dilakukan dengan kendaraan tertentu (buraq). Jika hanya ruh, maka tidak perlu kendaraan. Begitu juga makna QS an-Najm:18, bahwa Rasulullah saw telah melihat tanda-tanda (kekuasaan) Allah yang sangat agung. “Melihat” (ra-â) adalah aktivitas manusia.
Inilah pendapat yang rajih, bahwa Rasulullah saw memang manjalani Isra’ dan mi’raj dengan jasad dan ruh beliau. Isra’ Mi’raj bukan sekedar mimpi Nabi. Karena itulah ayat ini yang diawali dengan “sabhânalladzi”, yang memang menunjukkan, bahwa Isra’ dan mi’raj adalah perkara besar, perkara yang menakjubkan, sehingga diabadikan dalam al-Quran.
Peristiwa Isra’ Mi’raj diabadikan dalam al-Quran. Itu menunjukkan, peristiwa ini sangat penting dan strategis bagi kebangkitan umat Islam. Peristiwa Isra’ Mi’raj memiliki landasan ilmiah yang kuat dan komprehensif untuk membangun peradaban yang mulia.
Itulah peradaban yang berlandaskan Tauhid dan menempatkan manusia di tempat yang mulia, sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa. Ini berbeda secara fundamental dengan peradaban yang menempatkan menusia sebagai hamba nafsu dan hamba setan.
Keimanan terhadap peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan ujian keimanan yang berat bagi umat Islam ketika itu. Dalam Islam, keimanan terhadap hal-hal ghaib, juga didasarkan atas Ilmu yang pasti! Cerita tentang Isra’ Mi’raj adalah ilmiah, sebab disampaikan oleh sumber berita yang pasti kebenarannya, yaitu al-Quran.
Jadi, informasi tentang hal-hal ghaib adalah ILMU dan “masuk akal”. Sebab, informasi itu dibawa oleh manusia-manusia yang terpercaya. Karena sumber informasinya adalah pasti (khabar shadiq/true report), makan nilai informasi itu pun menjadi pasti pula.
Ingatlah, bahwa dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali peristiwa yang tidak mampu kita jelaskan secara empiris dan rasional. Lihat saja, bagaimana logikanya, bahwa tanaman dalam pot yang hanya kita sirami dengan air, tetapi menumbuhkan kayu, bunga dan buah. Dari mana asal semua itu? Silakan jelaskan secara rasional! Itu fakta. Itu ilmiah.
Lanjut baca,
ISRA’ MI’RAJ ADALAH PERISTIWA ILMIAH DAN ASAS KEBANGKITAN (adianhusaini.id)