Artikel ke-1794
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada 4 Februari 2024 – atas undangan seorang teman -- saya mendapat kesempatan berharga untuk menunaikan ibadah umroh. Mata batin saya menyatakan, perjalanan ke Tanah Suci kali ini bukan perjalanan biasa. Ini dalam rangka memenuhi panggilan Allah. Labbaikallaahumma labbaik…!
Perjalanan ini seperti mengulang kembali kisah Umroh tahun 2019, beberapa hari menjelang pemilu 2019. Ketika itu, saya mendapat undangan dari Kerajaan Arab Saudi. Banyak tokoh dan akademisi juga diundang.
Hawa panas Pemilu Indonesia terasa juga sampai ke Arab Saudi. Baik mahasiswa atau jamaah umroh bergairah bicara tentang Pilpres 2019, yang menghadapkan dua calon: Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Di kalangan internal tokoh dan pimpinan organisasi Islam – saat itu – sempat juga terjadi perbedaan pendapat. Bahkan ada perbedaan pilihan yang berujung pada konflik.
Kini, tahun 2024, Pilpres punya tiga pasang calon. Iklim politik tak sepanas tahun 2019. Para mahasiswa, pekerja, dan jamaah umroh pun masih bersemangat membicarakan Pilpres. Tetapi, tidak setajam tahun 2019. Tentu saja selama berada di Tanah Suci, ada kesempatan baik untuk berdoa, agar yang terpilih sebagai Presiden RI 2024-2029 adalah yang terbaik bagi umat Islam dan bangsa Indonesia.
Pada saat yang sama, dari Kota Makkah, kondisi Indonesia bisa diteropong lebih komprehensif, dengan menggunakan “Teropong Adab”. Mengapa? Sebab, di Kota Suci Makkah inilah, lahir Nabi paling agung dengan misi yang sangat mulia, yaitu mewujudkan kehidupan yang penuh rahmat. Jalan yang ditempuhnya pun jelas: membangun pribadi-pribadi agung yang mampu menegakkan kebenaran, keadilan, dan kebahagiaan bagi umat manusia.
Wahyu yang diturunkan Allah kepada Sang Nabi Terakhir sudah memberi jaminan: “Faman tabi’a hudaayaa, fa-laa khaufun ‘alaihim wa-laa hum yahzanuun.” (Siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, maka dia tidak akan dihinggapi rasa takut dan duka cita. QS al-Baqarah:38).
Rasulullah saw telah menunaikan tugasnya dengan sempurna, dan berhasil melahirkan satu generasi terbaik (khairun naas). Generasi terbaik itu ditempa dengan pendidikan terbaik; dididik langsung oleh guru terbaik, dengan kurikulum terbaik pula.
Selama 13 tahun mereka ditempa dengan pembelajaran yang mengubah pandangan hidup (worldview) mereka. Jadilah mereka paham tentang siapa Tuhan yang sebenarnya. Mereka memahami tujuan dan hakikat kehidupan, bukan hanya paham bagaimana bisa cari makan untuk hidup.
Mereka paham dan yakin tentang kehidupan akhirat, sehingga memandang dunia ini begitu remeh dibandingkan akhirat. Tapi, mereka tidak meninggalkan dunia. Bahkan mereka menguasai dunia dan mewujudkan tatanan kehidupan yang ideal, sehingga menarik banyak umat manusia untuk menjadi muslim.
Sejak tahun 622, saat Hijran Nabi, grafik peradaban Islam secara sosial, ekonomi, politik terus menaik. Tahun 636 umat Islam sudah menakukkan Romawi. Tahun 711 umat Islam mulai memimpin Andalusia. Tetapi, tahun 1099, umat Islam mengalami pukulan hebat, dengan jatuhnya Kota Yerusalem dan kemudian dijajah selama 88 tahun (1099-1187).
Lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/meneropong-indonesia-dari-makkah,-begini-hasilnya