PUASA RAMADHAN MEMBANGUN POLA PIKIR YANG SEHAT

PUASA RAMADHAN MEMBANGUN POLA PIKIR YANG SEHAT

Artikel Terbaru ke-2.150

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

 

            Ibadah Ramadhan sebenarnya merupakan pendidikan yang hebat. Khususnya dalam membangun pribadi manusia seutuhnya. Dan itu dimulai dari pola pikir yang sehat; pola pikir yang komprehensif. Yakni, pola pikir yang memadukan tiga jenis ilmu: ilmu empiris, ilmu rasional, dan ilmu wahyu.

            Jika seorang muslim melaksanakan ibadah Ramadhan dengan memadukan ketiga jenis ilmu itu, maka insyaAllah, ia akan meraih ketaqwaan. Secara empiris, bulan Ramadhan sejatinya tidak beda dengan bulan-bulan lainnya. Secara empiris dan rasional, seorang muslim bisa memahami hal itu.

Yang membedakannya adalah cara pandang seorang muslim terhadap bulan Ramadhan. Karena adanya penjelasan wahyu – al-Quran dan as-Sunnah – terhadap bulan Ramadhan, maka cara pandang dan perilaku kaum muslim berubah. Mereka memahami bulan Ramadhan sebagai bulan yang istimewa, bulan yang penuh berkah; bulan dimana ampunan Allah dibuka seluas-luasnya; bulan dimana amal ibadah dilipatgandakan pahalanya.

Cara pandang seorang seorang muslim seperti itu adalah hal yang ilmiah, karena berdasarkan ilmu yang hakiki. Sebab, wahyu merupakan salah satu sumber ilmu (asbabul ilmi). Ini sangat ilmiah. Ini bukan takhayul atau khurafat. Berdasarkan berita yang benar (khabar shadiq) itulah maka bulan Ramadhan dipahami oleh kaum Muslim sebagai bulan yang mulia.

Pola pikir seperti itu adalah pola pikir yang sehat, karena menolak sekularisme dan materialisme. Pola pikir semacam ini sepatutnya diterapkan juga ketika kaum muslim meyakini, bahwa “ketaqwaan” merupakan indikator terpenting dalam menentukan ketinggian derajat seorang manusia, atau institusi mana saja patut dikatakan terbaik, jika menjadikan indikator ketaqwaan sebagai indikator utama penilai kesuksesan.

Contohnya, untuk menilai keberhasilan pembangunan secara nasional atau daerah, maka indikator yang terpenting adalah indikator keimanan dan ketaqwaan. Itu bisa dilakukan dengan survei pelaksanaan ibadah atau kemuliaan akhlak masyarakat. Misalnya, apakah dalam 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo, jumlah orang muslim yang shalat lima waktu meningkat atau tidak; apakah yang melaksanakan shalat tahajjud naik jumlahnya atau tidak; apakah angka buta huruf al-Quran menurun atau tidak selama 100 hari itu.

Jika hal itu belum dilakukan, alangkah baiknya jika kita sampaikan kepada Presiden atau kepala daerah, agar beliau-beliau yang terhormat itu berkenan menjadikan ketaqwaan sebagai indikator utama pencapaian kesuksesan atau keberhasilan pembangunan. (Lihat QS al-A’raf: 96).

Indikator ketaqwaan ini penting dilakukan, karena umat Islam Indonesia dikenal sebagai salah satu bangsa yang paling religius. Akan tetapi, masih banyak umat Islam Indonesia yang belum melaksanakan shalat lima waktu.

            Hasil survei Indonesia Moslem Report pada 2019 menunjukkan bahwa hanya 38,9% umat muslim yang menunaikan salat. Berikut ini data survei Indonesia Moslem Report 2019 yang diterbitkan oleh Avara Research, melansir akun X pegiat sosial sekaligus Founder and CEO of AMI Group and AMI Foundation, Azzam Mujahid Izzulhaq, Kamis (9/5/2019).  

            Berikut ini beberapa indikator survei lainnya:

  1. Umat Islam di Indonesia yang sudah menunaikan salat 5 waktu dan selalu dilaksanakan secara berjamaah baru mencapai 2% saja. 

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/puasa-ramadhan-membangun-pola-pikir-yang-sehat

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait