Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Kebijakan Kampus Merdeka di Era Disrupsi sejatinya memberikan peluang kepada Perguruan Tinggi untuk melakukan berbagai inovasi baru dalam dunia Pendidikan Tinggi. Peluang itu dimanfaatkan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir dengan membuka kelas jurnalistik profesional di bawah naungan Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI).
Mahasiswa di kelas jurnalistik ini dibekali dengan kajian intensif tentang pemikiran Islam dan juga ketrampilan komunikasi, khususnya dalam bidang penulisan. Wawasan dan ketrampilan ini sangat diperlukan oleh para mahasiswa untuk mengembangkan potensi pemikiran dan profesionalitasnya, sehingga ia bisa menjadi intelektual muslim pejuang profesional.
Sejauh ini, STID Mohammad Natsir sudah meluluskan 711 sarjana dakwah dan sedang mendidik 885 mahasiswa kader dai tingkat S1. Semuanya dipesantrenkan. Setelah lulus, mereka diterjunkan sebagai dai di berbagai pelosok Indonesia, rata-rata selama dua tahun. Berdasarkan laporan para pengurus DDII provinsi dan kabupaten/walikota, kader-kader dai lulusan STID itu banyak memberikan manfaat dalam pengembangan dakwah di daerah-daerah.
Sejak era 1970-an, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) sudah mengirimkan ribuan dai ke daerah-daerah pelosok, tersebar mulai Aceh sampai Papua. Prestasi dakwah para dai itu secara umum sangat menggembirakan. Bahkan, DDII kemudian identik dengan dakwah di pedalaman, karena memiliki ratusan dai yang dibiayai secara khusus untuk berdakwah di daerah-daerah tersebut.
Setiap tahun, STID Mohammad Natsir meluluskan sekitar 100-150 dai tingkat S1. Jadi, tidak ada lulusan STID yang menganggur. Lulusannya, semua menjadi orang yang bermanfaat. Permintaan daerah-daerah ke DDII agar dikirimkan dai-dai ke berbagai daerah terus berlangsung.
Hingga kini, DDII belum bisa memenuhi semua permintaan. Misalnya, satu provinsi ada yang meminta dikirim 40 dai. Tahun 2021, DDII hanya sanggup mengirim 8 dai ke provinsi itu. Padahal, pihak pemerintah setempat menyanggupi untuk memberikan insentif bulanan untuk para dai itu.
Lompatan baru
Karena semua lulusannya disiapkan dan diterjunkan menjadi dai dan pejuang di jalan Allah, maka bisa dikatakan, STID Mohammad Natsir, sejatinya telah memenuhi kriteria sebagai “universitas terbaik” dalam perspektif Pendidikan Tinggi dalam Islam. (Lihat buku: Adian Husaini, Perguruan Tinggi Ideal di Era Disrupsi, YPI At-Taqwa Depok, 2021).
Setelah dua dekade berjalan, kampus STID Mohammad Natsir bisa dikatakan identik dengan “kampus dakwah” yang unggul. Bahkan, tahun ajaran 2018/2019, STID Mohammad Natsir dikatakan sebagai Perguruan Tinggi Keagamaan Islam terbaik di Kopertis wilayah I. (https://indonesiainside.id/news/humaniora/2019/09/26/stid-natsir-jadi-perguruan-tinggi-islam-swasta-terbaik).
Kini, di tahun 2022, STID Mohammad Natsir melakukan lompatan baru dengan memperkuat pendidikan dalam aspek pemikiran Islam dan ketrampilan menulis. Hari Ahad, 20 Februari 2022, Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir, menggelar satu acara penting dan bersejarah. Dua mahasiswanya, Azzam Habibullah (20 tahun) dan Fatih Madini (19 tahun), meluncurkan buku terbarunya, yaitu: “Kritik terhadap Konsep Netralitas Ilmu” (KKNI) dan “Solusi Kekacauan Ilmu” (SKI).
Lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/lompatan-baru-kampus-ddii-di-era-kampus-merdeka