Artikel ke-1.853
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada suatu hari, di deretan kios buku-buku bekas di sekitar perempatan Senen Jakarta, saya menemukan sebuah buku berjudul “Beriman dengan Taqwa” terbitan satu penerbit Katolik di Yogyakarta. Buku ini merupakan buku serial Pustaka Teologi dalam agama Katolik.
Bagi orang Muslim, judul buku semacam ini tentulah tidak asing, karena kata-kata iman dan taqwa memang merupakan kosa kata resmi dalam agama Islam. Kata ’iman’ memiliki makna khusus, tidak bisa diganti dengan istilah lain. Orang yang beriman kepada hal-hal yang wajib diimani, dalam istilah Islam disebut sebagai orang ’mukmin’.
Dengan membaca judul buku ”Beriman dengan Taqwa” dalam perspektif Katolik tersebut, kita bertanya, bagaimana jika suatu ketika nanti di Indonesia berdiri sebuah gereja bernama ”Gereja at-Taqwa” atau ”Gereja Shirathal Mustaqim”? Apakah hal itu bisa dibenarkan?
Saat ini, ada sejumlah istilah khas dalam Islam yang sudah diambil sebagai istilah-istilah keagamaan dalam agama Kristen di Indonesia. Misalnya, istilah ’syahadat’, sudah digunakan baik oleh Protestan maupun Katolik. Mereka menerjemahkan istilah ’Nicene Creed’ sebagai ”syahadat Nicea”. Dalam sebuah buku berjudul ”Tanya Jawab Syahadat Iman Katolik” (1992), disebutkan teks syahadat versi Katolik ini: “Kami percaya akan satu Allah, Bapa yang Mahakuasa, Pencipta hal-hal yang kelihatan dan tak kelihatan, Dan akan satu Tuhan Yesus Kristus, Sang Sabda dari Allah, Terang dari Terang, Hidup dari Hidup, Putra Allah yang Tunggal Yang pertama lahir dari semua ciptaan, Dilahirkan dari Bapa, Sebelum segala abad ... “
Istilah-istilah Islam disebut oleh Prof. Naquib al-Attas sebagai ’Islamic vocabulary’ (Kamus Islam). Kata-kata atau istilah-istilah Islam ini bukanlah seluruh daftar kata dalam kamus bahasa Arab, tetapi merupakan kata-kata tertentu yang memiliki pola makna saling berkaitan dan membentuk satu ’pandangan hidup’ (worldview) yang khas al-Quran. (Lebih jauh, lihat Syed Muhammad Naquib al-Attas, The Concept of Education in Islam, (Kuala Lumpur; ISTAC, 1999).
Dari penjelasan itu, kita bisa memahami, bahwa istilah-istilah baku dalam Islam dipahami dengan makna yang sama oleh kaum Muslimin di seluruh dunia, meskipun mereka berbeda suku dan bahasa. Kata Allah, iman, taqwa, shalih, shalat, haji, shaum, dan sebagainya, dipahami dengan makna yang sama oleh umat Islam. Melalui penggunaan istilah-istilah kunci dalam Islam itulah, menurut al-Attas, maka dalam sejarahnya, Islam melakukan Islamisasi bahasa-bahasa non-Arab, seperti bahasa Melayu, Persi, Turki, Urdu, dan sebagainya. Bahkan, bahasa Arab sendiri juga mengalami proses Islamisasi dengan turunnya al-Quran. Sejumlah kata Arab diberi makna baru yang sesuai dengan pandangan hidup Islam. Kata ’karam’ (mulia) yang sebelumnya dikaitkan dengan unsur keturunan dan harta, diberi makna baru oleh al-Quran dengan makna yang berkaitan dengan ketaqwaan. (QS al-Hujurat:13).
Lanjut baca,
PERLU BERHATI-HATI MENGGUNAKAN DAN MEMAHAMI ISTILAH AGAMA (adianhusaini.id)