LIMA TAHUN PERJUANGAN MEWUJUDKAN UNIVERSITAS IDEAL

LIMA TAHUN PERJUANGAN MEWUJUDKAN  UNIVERSITAS IDEAL

 

Artikel Terbaru ke-2.263

Oleh: Fatih Madini

(Alumni STID M. Natsir -- DDII)

 

Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas sudah berpuluh tahun lalu mengingatkan, bahwa universitas modern adalah simbol manusia dalam keadaan zalim (The modern university is the epitome of man in a condition of zulm).   Karena itulah, para cendekiawan muslim selalu berusaha untuk mewujudkan universitas yang sesuai dengan konsep Islam.

STID M Natsir kelas Pemikiran Islam adalah salah satu upaya itu. Pada tahun kelima ini, ada 12 mahasiswa baru Angkatan Kelima. Hampir semuanya adalah alumni SMA Pesantren At-Taqwa Depok.

Ke-12 anak muda itu bisa disebut sebagai pemberani dan pejuang pendidikan tinggi. Mereka berani memilih jalan pendidikan dan perjuangan yang berbeda dengan banyak generasi sesamanya. Bisa dikatakan mereka semakin menguatkan barina Gen Z pendobrak tradisi yang telah dimulai beberapa angkatan sebelumnya.

Mereka “pemberani”, karena secara sadar dan bangga memilih jalan hidup dan pendidikan yang tidak biasa. Jalan itu berbeda dengan yang ditempuh oleh ribuan calon mahasiswa di luar sana.

            Ketimbang memandang “bisa dapat gelar dan bisa kerja” sebagai standar utama kesuksesan, 12 mahasiswa itu memilih jalan sukses yang sangat ideal, yaitu: “Menjadi dai atau guru pejuang yang bermanfaat bagi manusia lain dengan keteladanan dan ilmu-ilmunya. Itulah aktivitas terbaik yang dilakukan seorang hamba Allah (Lihat: QS Fusshilat: 33).

            Kalaupun di masa depan status sosial mereka bukan spesifik berprofesi “guru”, selama jiwa “guru atau da’i pejuang” masih melekat dalam dirinya, ia akan menggunakan jiwa itu untuk mendasari status lain yang melekat dalam dirinya. Mereka sadar, insyaAllah, apa pun profesi yang dijalani kelak, mereka harus bertindak sebagai guru atau dai yang ikhlas, senang berjuang dan memberi manfaat bagi agama dan negaranya, bukan menjadi penjahat-penjahat berilmu yang merugikan Islam dan Indonesia berkali-kali lipat.

            Begitulah mereka bisa menjadi sebaik-baik insan, yang baik pada Tuhannya dan bermanfaat bagi sesama. Para calon mahasiswa pemberani itu pun bisa sukses di dunia dan akhirat. Mereka bisa menang di dunia tanpa harus melupakan akhirat, bisa bahagia di akhirat tanpa harus meninggalkan kewajiban utama mereka di dunia.

            Dalam perspektif pendidikan, STID Mohammad Natsir sejatinya telah memenuhi kriteria “Universitas yang sebenarnya” dalam Islam. Sebab, di sinilah mahasiswa dididik menjadi manusia sempurna (al-insan al-kulliy). Mereka dididik menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, dan berguna bagi sesama. Antara adab dan ilmu, sama-sama perhatikan dan ditekankan. 

            Kini, di zaman disrupsi, maraknya model pembelajaran online tak terhindarkan lagi. Artificial Intelligence (AI) di sosial media sulit dibendung. Informasi dan ilmu pengetahuan melimpah ruah di dunia internet. Di era seperti ini, yang utama dicari adalah kampus yang mengutamakan pembentukan kepribadian yang unggul, berdasar iman, taqwa, dan akhlak mulia.

            Apalagi, kini, krisis moral tengah terjadi di banyak ranah yang diisii oleh mereka yang mempunyai ilmu dan gelar tinggi, tapi minus akhlak dan krisis spiritual. Semasa kuliah, badan mereka terlalu sibuk dibangun. Tapi jiwanya lupa dibangun dengan baik, sehingga ketika lulus, rela berbuat apa saja dengan ilmu-ilmunya sekalipun harus melawan Tuhan dan merugikan orang lain.  

            Di era yang serba cepat dan sulit diduga itu juga skill berpikir kritis (critical thinking) dan komunikasi (communication) wajib dimiliki oleh setiap mahasiswa, di samping creativity dan collaboration. Apalagi kini, problem Brain Rot (pembusukan otak) masih menjadi tantangan berat bagi para Gen-Z yang sulit lepas dari konten-konten di media sosial.

            Hanya mereka yang mau dan siap belajar apa saja yang bisa survive. Kemampuan berpikir, membaca, menulis dan menyampaikan gagasan dengan baik, mau tidak mau harus dipelajari sebaik mungkin.

            Di kelas khusus inilah, para mahasiswa dididik lahir batin dan profesionalitas mereka dalam memahami masalah umat dan bangsa, serta bagaimana mencarikan solusinya. Jiwa dan raganya dilatih agar beradab. Pemikirannya diisi dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat. Budaya literasinya ditumbuhkan.

            Mereka akan dibiasakan merespons problematika yang tengah terjadi di tengah masyarakat, menulis makalah ilmiah dengan puluhan referensi otoritatif dan mempresentasikannya, mengkaji dan mendiskusikan kitab-kitab turats, buku-buku kontemporer, dan pemikiran para tokoh besar yang kaya akan gagasan jawaban bagi masalah umat.

            Karena itulah, ke-12 anak-anak muda ini berani memilih kuliah di Kampus Dakwah yang mungkin oleh banyak orang dianggap tidak bergengsi dan tidak prospektif untuk mendapatkan lapangan kerja yang menghasilkan banyak uang. Bahkan, di sejumlah Perguruan Tinggi Islam, kuliah jurusan ilmu dakwah atau jurusan ilmu pendidikan sangat kurang diminati, meskipun sudah dimurahkan biayanya atau digratiskan.

Tapi, opini seperti itu tidak berlaku bagi 12 anak-anak muda yang memilih kuliah di Kelas Khusus STID Mohammad Natsir. Semoga mereka bisa konsisten menjalani perkuliahan sampai lulus, dan menjadi orang berguna. Amin. (Depok, 1 Juli 2025).

 

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait