Artikel Terbaru ke-1.904
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Dari semua tahap pendirian Pesantren At-Taqwa Depok, tahap yang terberat adalah pendirian At-Taqwa College (ATCO). Jenjang ini dimaksudkan sebagai tahap lanjutan dari pendidikan tinggi (SMA) bernama PRISTAC (Pesantren for the Study of Islamic Thought and Civilization).
Kami menyebut “SMA PRISTAC” sebagai pendidikan tinggi, sebab para santrinya rata-rata berumur 14-16 tahun. Mereka sudah dewasa; sudah akil baligh; sudah mukallaf. Artinya, mereka sudah terkena beban syariah dan sudah bertanggung jawab terhadap perbuatan (amalnya) sendiri. Tugas akhir mereka adalah menulis dan mempresentasikan makalah sebanyak empat kali.
Jenjang terakhir pendidikan di Pesantren At-Taqwa Depok adalah At-Taqwa College, yang berlangsung selama enam semester (2 tahun). Santrinya rata-rata berumur 17-19 tahun. Pada jenjang ini, para santri mengambil sekitar 40 mata kuliah. Mereka dilatih dengan tradisi literasi yang tinggi dan ketrampilan menulis. Tugas akhir mereka mempresentasikan makalah di satu universitas di Malaysia.
Lulus At-Taqwa College, para santri juga lulus pendidikan formal setingkat SMA. Mereka pun sudah berpikir untuk melanjutkan kuliah. Ketika itulah kami bersepakat -- para santri dan orang tuanya – agar mereka melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir, dengan membuka rombongan belajar (kelas khusus) di Pesantren At-Taqwa.
Program Studi (Jurusan) yang diambil adalah Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), dengan kekhususan bidang jurnalistik dan pemikiran Islam. Alhamdulillah, angkatan pertama ini sudah memasuki tahun terakhir. Beberapa mahasiswanya hampir menyelesaikan penulisan skripsinya. Aktivitas utama mereka adalah sebagai guru dan pembimbing santri serta aktiv dalam berbagai kegiatan dakwah dan pendidikan.
Kelas khusus jurnalistik dan pemikiran Islam STID Mohammad Natsir ini kami jadikan sebagai embrio sebuah kampus beradab. Kelas mahasiswa masih menyewa di Pesantren At-Taqwa Depok. Di kelas ini, konsep “universitas ideal” sebagaimana digagas Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas dan Prof. Wan Mohd Nor Wan Daud dicoba untuk diterapkan.
Sementara itu, dalam sejarahnya yang hampir 50 tahun, STID Mohammad Natsir telah terbukti melahirkan banyak guru dan dai pejuang. Mohammad Natsir adalah pelopor pendirian perguruan tinggi di Indonesia. Pada 8 Juli 1945, untuk pertama kalinya, Indonesia memiliki universitas sendiri, yaitu Sekolah Tinggi Islam. Kampus ini didirikan oleh para tokoh, dengan ketua panitia Mohammad Hatta dan Sekretarisnya Mohammad Natsir.
Sosok Mohammad Natsir menjadi inspirator dan teladan dalam dakwah dan pendidikan. Ia seorang guru teladan, dai teladan, dan juga negarawan teladan. Negara memberinya gelar Pahlawan Nasional. Pemikiran-pemikirannya terhimpun dalam 70 lebih judul buku. Organisasi yang didirikannya, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) terus berkembang dan menyebarkan dakwah di seluruh pelosok Nusantara.
Lanjut baca,
WALAU SANGAT BERAT, TERUS BERJUANG MEMBANGUN KAMPUS BERADAB (adianhusaini.id)