Artikel Terbaru ke-2.207
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Tahun 1945 kita sudah meneguhkan tekad kita untuk merdeka. Penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Kiblat pendidikan kita ke Barat patut kita evaluasi.
Barat memang telah meraih kemajuan dalam ekonomi, sains dan teknologi.
Tapi, secara moral, kepemimpinan peradaban mereka sudah berakhir. Sikap mereka yang --- secara umum – membiarkan terjadinya genosida di Gaza, menjadi bukti, kegagalan mereka dala menunaikan janji-janji mereka untuk menerapkan keadilan, kemanusiaan, dan perdamaian.
Maka, sudah saatnya, para pemimpin bangsa kita – khususnya para pemimpin muslim – memindahkan kiblat pendidikan mereka ke zaman terbaik dalam sejarah Islam, yaitu zaman Nabi Muhammad saw. Masyarakat Madinah di masa Nabi adalah masyarakat terbaik, yang merupakan produk pendidikan terbaik. Yakni, pendidikan yang mengutamakan pencapaian manusia-manusia terbaik.
Dalam Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Harpenas) 2 Mei 2025, Mendikdasmen Prof. Abdul Mu’ti, mengangkat tema: "PARTISIPASI SEMESTA WUJUDKAN PENDIDIKAN BERMUTU UNTUK SEMUA".
Kita tentu sangat setuju dengan tema itu. Dalam pidato resminya, Menteri Abdul Mu’ti menyatakan: “Hari Pendidikan Nasional merupakan momentum untuk kita meneguhkan dan meningkatkan dedikasi, komitmen, dan semangat untuk memenuhi amanat konstitusi yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan layanan pendidikan yang terbaik, bermutu, dan berkemajuan bagi seluruh anak bangsa. Undang-undang Dasar 1945 menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu.”
Selanjutnya, Mendikdasmen menyatakan: “Pada hakikatnya pendidikan adalah proses membangun kepribadian yang utama, akhlak mulia, dan peradaban bangsa. Secara individual, pendidikan adalah proses menumbuhkembangkan fitrah manusia sebagai makhluk pendidikan (homo educandum) yang dengannya manusia menguasai ilmu pengetahuan, memiliki keterampilan, dan berbagai kecerdasan yang memungkinkan mereka meraih kesejahteraan dan kebahagiaan material dan spiritual. Dalam konteks kebangsaan, pendidikan adalah sarana mobilitas sosial politik yang secara vertikal mengangkat harkat dan martabat bangsa.”
Di berbagai kanal media online kita melihat harapan besar yang ditujukan kepada Menteri Abdul Mu’ti. Kita menunggu, gebrakan apa saja yang akan dilakukannya untuk memajukan pendidikan Indonesia secara mendasar dan signifikan. Banyak kebijakan positif telah dikeluarkan. Tapi, masih banyak yang perlu dilakukan.
Misalnya, sudah saatnya, Menteri Abdul Mu’ti melakukan proses de-sekularisasi konsep pendidikan nasional. Inilah salah satu amanah Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar telah memberikan kritik keras terhadap pendidikan model Barat yang hanya mendidik anak-anak menjadi buruh dan menanamkan mental materialisme dan individualisme. Padahal, jiwa bangsa kita adalah jiwa pejuang dan jiwa gotong royong.
Lanjut baca,