Artikel Terbaru ke-2.233
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada 1 Juni 2025 saya mendapat undangan menjadi pembicara dalam acara seminar tentang Hari Lahir Pencasila. Tempatnya di Markas Syariah Petamburan Jakarta. Itulah kediaman Habib Rizieq Shihab (HRS). Diskusi berlangsung seru. Berkali-kali takbir disuarakan oleh ratusan peserta yang memenuhi tempat seminar.
Sejumlah tokoh terkenal tampak hadir. Selain HRS, tampak Prof. Refli Harun, Ahmad Dhani, dan sebagainya. HRS menjelaskan panjang lebar tentang sejarah kelahiran Pancasila. Satu hal yang baru saya dengar adalah penjelasannya tentang hikmah dicoretnya Tujuh Kata dalam Piagam Jakarta.
Menurut HRS, dengan dicoretnya Tujuh Kata itu, maka Indonesia adalah negara Tauhid. Sebab, Ketuhanan Yang Maha Esa memang bermakna Tauhid. Penjelasan HRS ini bukan hal yang aneh. Banyak tokoh telah menyebutkan. Hanya jarang sekali ditulis di buku-buku pelajaran sekolah.
Dalam kesempatan itu, saya membahas tentang perlunya dihormati keragaman pendapat tentang Hari Lahir Pancasila. Baik tanggal 1 Juni, 22 Juni, atau 18 Agustus. Penetapan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila merujuk kepada peristiwa Pidato Bung Karno di BPUPK. Ini ada dasarnya. Tapi, pemikiran yang menyatakan bahwa Hari Lahir Pancasila lebih tepat 22 Juni atau 18 Agustus pun tidak salah.
Pada 1 Juni 1945, di forum BPUPK, Bung Karno mengusulkan rumusan dasar Negara Negara, yang terdiri atas lima sila: (1) Kebangsaan Indonesia (2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan (3) Mufakat atau demokrasi (4) Kesejahteraan Sosial (5) Ketuhanan.
Tetapi, gagasan Bung Karno tentang Pancasila tidak berhenti sampai di situ. Bung Karno kemudian membentuk Panitia Sembilan yang melahirkan rumusan Pancasila versi Piagam Jakarta, 22 Juni 1945.
Jadi, aktor utama rumusan Pancasila 1 Juni dan 22 Juni 1945 adalah Bung Karno. Karena itulah, dalam Peringatan Hari Lahir Piagam Jakarta 22 Juni 1965, Presiden Soekarno menyebut Piagam Jakarta: “… adalah untuk mempersatukan Rakyat Indonesia yang terutama sekali dari Sabang sampai Merauke, ya yang beragama Islam, yang beragama Kristen, yang beragama Budha, pendek kata seluruh Rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke dipersatukan!”
Dalam hal Piagam Jakarta ini, pemikiran Bung Karno benar. Bung Karno juga manusia. Pemikirannya tentang Nasakom tidak dapat diterima dan menimbulkan bencana nasional berupa pemberontakan G30S/PKI. Komunis dan ateisme tidak layak diberi tempat di bumi Indonesia yang jelas-jelas berdasar pada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/mendiskusikan-pancasila-di-markas-habib-rizieq