Artikel Terbaru ke-1.898
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Saya terharu mendengar banyak cerita para aktivis dakwah dalam mencari mahasiswa agar bersedia menjalani kuliah di Kampus Akademi Dakwah Indonesia (ADI). Kini, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) mengelola 30 kampus ADI di 30 kota. Para mahasiswa itu dididik selama setahun agar siap terjun ke masyarakat menjadi dai.
Saya pernah mengisi kuliah untuk mahasiswa ADI di beberapa kota, seperti: Kupang, Pontianak, Mojokerto, Medan, Bukittinggi, Mataram, Yogyakarta, Bandung, Banda Aceh, Bengkulu, Pekanbaru, Prabumulih, Metro Lampung, Makasar, Palu, Depok, dan sebagainya. Saya bersyukur bisa membersamai para pejuang dakwah yang luar biasa.
Para pimpinan, dosen, dan mahasiswa ADI berjuang menghidupkan kampus dalam kondisi serba kekurangan. Yang paling berat adalah mencari pelajar atau santri untuk dididik menjadi kader dai. Sebab, faktanya, masih banyak umat kita yang belum bisa shalat dan ngaji yang benar. Saat wisuda ADI Pekanbaru, Wakil Walikota Pekanbaru menyatakan, ada masjid di pinggiran kota yang pernah libur shalat jumat karena ketiadaan khatib.
Di Kota Tanjung Pinang, saat berkunjung ke DDII Kepulauan Riau, saya mendapat kabar dari seorang pengurus DDII Kepulauan Anambas, bahwa di satu pulau ada yang masyarakatnya belum bisa menyelenggarakan jenazah dengan benar. Di sejumlah daerah yang saya kunjungi, seperti Pulau Buru, Morowali Utara, Maluku Utara, NTT, dan sebagainya, ada banyak muallaf yang memerlukan dai atau guru-guru ngaji yang berjiwa pejuang.
Jadi, faktanya, masih banyak umat Islam yang memerlukan bimbingan para dai di lapangan. Banyak orang yang belajar agama di berbagai kampus, tetapi tidak mudah mencari dai yang siap diterjunkan ke masyarakat. Inilah salah satu tantangan dakwah yang sangat berat.
Padahal, kuliah di Kampus ADI bersifat gratis. Meskipun begitu, tidak mudah mencari pelajar untuk menjadi mahasiswa ADI. Sejumlah ADI berhasil mendapatkan mahasiswa hanya 3-5 orang. Kuliah dakwah di kampus dakwah mungkin dianggap bukan pendidikan yang terbaik untuk meraih kesuksesan hidup. Kuliah dakwah di kampus dakwah dianggap tidak bergengsi.
Kadangkala, anak-anak para aktivis dakwah pun tidak berminat melanjutkan kuliah dakwah. Padahal, berbagai usaha telah dilakukan untuk menarik minat para pelajar agar bersedia kuliah dakwah. Ada sejumlah aktivis dakwah yang berusaha membujuk anak-anaknya sendiri agar bersedia melanjutkan kuliah dakwah di kampus dakwah. Tetapi, itu bukan hal mudah. Tak sedikit orang tua yang akhirnya terpaksa menuruti kemauan anak-anaknya untuk kuliah di kampus biasa.
Sebagian besar mahasiswa ADI melanjutkan kuliah ke Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir. Alhamdulillah, hingga usianya yang ke-25 tahun, STID Mohammad Natsir terus aktif mendidik kader dai. Kini ada sekitar 900 mahasiswa kader dai di STID Mohammad Natsir. Dan lebih dari 900 orang alumni telah tersebar di berbagai pelosok negeri. Inilah salah satu kampus terbaik yang benar-benar mendidik mahasiswanya menjadi orang muslim yang baik. Yakni, yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, serta bersedia aktif dalam aktivitas dakwah.
Aktivitas terbaik memang mengajak manusia ke jalan Allah. Para mahasiswa STID Mohammad Natsir sangat ditekankan agar mereka bangga menjadi dai. Sebab, Allah SWT sudah mengabarkan, bahwa: “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim!” (QS Fushshilat: 33).
Lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/semangat-badar-untuk-perjuangan-kampus-dakwah