Artikel Terbaru ke-1.919
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
“Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka!” Begitulah perintah Allah kepada pimpinan keluarga. Caranya adalah dengan mendidik semua anggota keluarga agar menjadi manusia-manusia beradab dan berilmu. Kata Ali bin Abi Thalib r.a.: “Addibuuhum wa-‘allimuuhum!”. Kata Umar bin Khathab r.a.: “Taaddabuu tsumma ta’allamuu!”
Ternyata, mendidik anak itu bukanlah hal mudah. Selamat dari api neraka bukan pekerjaan mudah. Neraka diselumuti hal-hal yang disukai manusia (syahwat). Sedangkan sorga diselimuti hal-hal yang tidak disukai manusia. Begitu pesan Nabi kita.
Kewajiban orang tua sebenarnya bukan mencarikan sekolah atau mengkuliahkan anak di Perguruan Tinggi, agar bisa bekerja. Tapi, lebih dari itu, orang tua harus terus mengarahkan anak-anaknya agar mencari ilmu yang benar, agar mendapat ilmu yang bermanfaat dan selamat dunia-akhirat.
Jangan sampai orang tua bangga anak-anaknya diterima di kampus justru mendidik mereka agar semakin jauh Allah SWT. Sebab, kurikulum pendidikan yang dijalaninya adalah kurikulum yang salah dan tidak menjadikan para mahasiswa itu semakin beradab dan berilmu secara benar.
Kurikulum pendidikan yang dijalaninya lebih mengarahkan para mahasiswa untuk lupa akhirat dan lebih mencintai dunia. Ingatlah peringatan Imam al-Ghazali, bahwa jika niat mencari ilmu sudah salah, maka sama saja dengan merusak agamanya sendiri; merusak dirinya sendiri; dan juga merusak gurunya sendiri.
Karena salah niat dan tidak beradab dalam mencari ilmu, maka ia tidak akan meraih ilmu yang bermanfaat. Yakni, ilmu yang semakin meningkatkan kualitasnya sebagai manusia yang baik; manusia yang berakhlak mulia dan berguna bagi sesama.
Disamping wajib memahami ilmu-ilmu yang diwajibkan untuk dicari, mahasiswa juga wajib memahami ilmu-ilmu yang merusak pemikiran, keimanan, dan akhlaknya. Bahaya ilmu dan pendidikan sekuler sudah begitu jelas. Dulu, penjajah memang mendirikan banyak sekolah dan sejumlah kampus untuk menyiapkan tenaga-tenaga birokrasi dan tenaga kerja murah sekaligus untuk menjauhkan anak-anak muslim dari agamanya.
Kaum penjajah ini berusaha memurtadkan anak-anak muslim dengan berbagai cara agar mereka tunduk kepada kaum penjajah. Caranya adalah melalui jalan pendidikan. “Dengan pendidikan dan pengajaran, kita melepaskan kaum muslim dari belenggu agamanya!” kata Snouck Hurgronje.
Menghadapi serangan ilmu dan pendidikan seperti itu, para ulama dan tokoh Islam tidak tinggal diam. Mereka mendirikan sekolah-sekolah Islam, pesantren dan perguruan tinggi Islam, agar anak-anak muslim tidak terjerat oleh pendidikan sekuler yang dibawa oleh penjajah.
Lanjut baca,