Artikel Terbaru ke-2.140
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Manusia itu makhluk yang lebih mulia dari binatang. Itu pasti. Tapi, manusia bisa lebih rendah derajatnya dibandingkan dengan binatang, jika ia tidak mengenal Tuhannya dan tidak mau diatur oleh Tuhannya. Ketika itulah, perilakunya akan seperti binatang. Kerjanya hanya makan-makan dan senang-senang. (QS al-A’raf: 179, Muhammad: 12).
Padahal, manusia akan hidup bahagia jika berhasil mengangkat derajatnya melebihi binatang. Manusia akan tenang dan bahagia hidupnya jika ia selalu mengingat Tuhannya dan berusaha terus untuk tunduk patuh kepada-Nya.
Anehnya, sejak duduk di bangku SMP tahun 1977-1981, saya sudah mendapatkan pelajaran tentang kebutuhan pokok manusia yang hanya berupa kebutuhan fisik atau jasadiah belaka. Tidak ada kebutuhan pokok jiwa manusia, seperti kebutuhan ilmu yang berguna dan kebutuhan ibadah kepada Allah SWT.
Dalam konsep pembangunan bangsa, mungkin sering kita mendengar para ilmuwan dan pejabat kita berbicara tentang kemajuan bangsa dan kesuksesan pemimpin daerah. Apa kriteria utama seorang pemimpin dianggap sukses? Tak lain dan tak bukan adalah kesuksesan pada aspek materi semata, seperti kenaikan gaji atau pendapatan.
Kaum sekular-materialis tidak mengukur kemajuan manusia pada kondisi semakin dekatnya manusia kepada Sang Pencipta. Padahal, manusia dikatakan semakin maju dan semakin sukses jika ia semakin dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Karena itulah, kita berharap, anak-anak kita di sekolah dan kampus tidak dijejali dengan pelajaran atau mata kuliah yang bersifat sekular dan materialis. Ini sangat berbahaya, sebab akan menumbuhkan budaya keserakahan dan individualisme. Maunya untung dan senang sendiri. Tidak peduli pada sesama. Inilah sikap-sikap keserakahan yang memilukan.
Betapa ironisnya perilaku pejabat negara yang digaji dengan uang rakyat tetapi hidupnya bergelimang kekayaan. Ia tidak peduli dengan nasib rakyat yang kesusahan dan membiarkan saja perusahaan milik negara hancur. Ia lebih mementingkan kepentingannya sendiri.
Jurnal Islamia-Republika (19/7//2012) menurunkan artikel berjudul “Ar-Razi dan Konsep Manusia Mulia”. Menurut Fakhruddin Ar-Razi: “Manusia mulia adalah manusia yang mengutamakan wahyu Allah dan akalnya dibanding mengikuti hawa nafsunya.” (Dikutip dari karya ar-Razi: Kitab an-Nafs wa ar-Ruh wa as-Syarh Quwahuma; Buku Mengenai Jiwa dan Ruh dan Komentar Terhadap Kedua Potensinya).
Menurut ar-Razi, manusia memiliki hawa nafsu dan tabiat yang selalu berusaha menggiringnya untuk memiliki sifat-sifat buruk. Jika manusia lebih mengutamakan bimbingan wahyu Allah dan akal dibanding hawa nafsunya, maka ia akan jadi mulia. Bahkan, manusia bisa lebih mulia dari malaikat. Mengapa? Malaikat selalu bertasbih karena tidak memiliki hawa nafsu, sementara manusia harus berjuang melawan hawa nafsunya.
Menurut ar-Razi, kebahagiaan jiwa atau kenikmatan ruhani lebih tinggi martabatnya dibanding kebahagiaan fisik atau kenikmatan jasmani, semisal kenikamatan makanan, seks dan hasrat memiliki materi.
Lanjut baca,