Natsir: Melebihi Negarawan, Teladan Lengkap yang Dirindukan di Tengah Krisis Keteladanan

Natsir: Melebihi Negarawan, Teladan Lengkap yang Dirindukan di Tengah Krisis Keteladanan

Di tengah gelombang krisis keteladanan yang melanda generasi muda, sosok Muhammad Natsir hadir kembali sebagai oase inspirasi.

Adianhusaini.id, Bandung-- Acara peluncuran buku "Muhammad Natsir: Negarawan, Guru, dan Dai Teladan" di Bandung pada pekan lalu (16/8/2025) bukan sekadar seremoni, melainkan sebuah momentum untuk menyingkap kembali dimensi-dimensi Natsir yang selama ini tersembunyi di balik citranya sebagai politisi.

Acara yang dimoderatori oleh Ustadz Erik Yusuf ini dibuka dengan pengakuan bahwa buku karya Dr. Adian Husaini tersebut lahir dari proses yang tidak terduga. Dr. Adian bercerita, buku yang merupakan hasil rangkuman tulisan selama puluhan tahun itu dicetak secara mendadak. Namun, respon publik di luar dugaan: cetakan pertama sebanyak 1.000 eksemplar ludes dalam waktu singkat, memaksa penerbit langsung menyiapkan cetakan kedua sebanyak 3.000 eksemplar. Fenomena ini menunjukkan adanya kerinduan masyarakat terhadap sosok pemimpin yang utuh dan berintegritas.

Membongkar Mitos: Sang Negarawan yang Berhati Lembut

Dr. Adian Husaini dan narasumber lain menyoroti sisi humanis Natsir yang jarang terekspos. Di balik ketegasannya sebagai politisi, Natsir adalah sosok yang sangat hangat dan berhati lembut. Putrinya, Ibu Aisyah Natsir, mengungkapkan bagaimana sang ayah yang terkenal teguh, menjerit dan menangis histeris saat ibunya wafat. "Beliau adalah seorang suami yang sangat mencintai istrinya," tutur Dr. Adian mengutip kesaksian itu.

Pengorbanan Natsir juga digali lebih dalam. Ia pernah menolak beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Belanda dan memilih menjadi guru agama tanpa bayaran di Mulo, sebuah sekolah setingkat SMP. Pilihan ini, menurut Dr. Adian, menunjukkan bahwa Natsir tidak mementingkan status atau materi, melainkan sepenuhnya mengabdi untuk kemajuan agama dan bangsanya. Dedikasi ini bahkan diakui oleh Presiden Soekarno yang kagum pada Natsir sebagai dai muda yang telah menulis buku-buku dalam bahasa Belanda.

Pendidikan dan Visi Jangka Panjang yang Melampaui Zaman

Natsir adalah seorang pendidik sekaligus pemikir yang visioner. Dr. Tiara Nur, seorang sejarawan, mengupas bagaimana Natsir, bersama KH. Hasyim Asy'ari, mendirikan Sekolah Tinggi Islam (STI) pada 8 Juli 1945, hanya 41 hari sebelum proklamasi kemerdekaan. STI inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta, dan salah satu fakultasnya beralih menjadi Universitas Indonesia (UI).

Visi Natsir juga tercermin dalam petuahnya yang dikutip oleh Dr. Tiara, "Jangan mematikan lampu orang lain, tapi nyalakanlah lampu kita yang lebih terang." Filosofi ini, yang diucapkan Natsir pada tahun 1968, menjadi landasan berdirinya Rumah Sakit YARSI di Sumatera Barat, sebuah rumah sakit yang dibangun dengan semangat dakwah dan profesionalisme untuk menyaingi fasilitas kesehatan yang dikelola pihak non-muslim.

Selain itu, Natsir juga dikenal memiliki kemampuan luar biasa dalam mencetak kader. Pak Iqbal, salah seorang audiens, menceritakan pengalamannya bertemu Natsir di tahun 1979. Meski baru pertama bertemu, Natsir langsung menawari Pak Iqbal untuk mewakili Indonesia dalam sebuah forum pemuda Islam internasional, menunjukkan kejeliannya dalam melihat potensi seorang aktivis muda. 

Sang Negarawan yang Menyatukan Bangsa

Peran Natsir dalam politik juga disorot dari sudut pandang yang lebih holistik. Ia dikenang sebagai tokoh kunci yang menyelamatkan Republik Indonesia melalui Mosi Integral, yang mengembalikan bentuk negara dari RIS menjadi NKRI. Natsir melihat bahwa persatuan adalah fondasi utama bangsa. Pak Daud Gunawan, salah satu peserta acara, berbagi kenangan pribadinya tentang Natsir, yang ia kenal melalui suaranya di radio. Ia menyebut Natsir sebagai sosok yang teratur, sistematis, dan tegas.

Acara ini juga menyampaikan kabar gembira terkait upaya penetapan tanggal 3 April—hari di mana Mosi Integral diserahkan ke parlemen—sebagai "Hari NKRI". Sebuah gagasan yang diharapkan dapat mengingatkan seluruh rakyat Indonesia akan pentingnya persatuan.

Warisan untuk Generasi Z: Film dan Komunitas

Peluncuran buku ini menandai dimulainya sebuah gerakan. Ustadz Erik Yusuf, sebagai produser, mengumumkan rencana pembuatan film tentang Muhammad Natsir. Untuk menjaring cerita dan kesaksian, ia mengundang masyarakat untuk mengirimkan kisah-kisah mereka tentang Natsir melalui nomor WhatsApp 0821-2041-65717. Ia juga berjanji akan membentuk komunitas dari proyek ini, dengan harapan semangat Natsir dapat menular dan menjadi bekal bagi generasi muda.

"Ini adalah satu langkah awal yang kita akan hidupkan, mulai dari Bandung ke seluruh Indonesia, insyaallah," ujar Ustadz Erik. Ia yakin, jika generasi muda seperti Fatih Madinah sudah siap, maka perjuangan ini akan terus bergulir. Peluncuran buku ini bukanlah akhir, melainkan awal dari upaya kolektif untuk memastikan bahwa keteladanan Muhammad Natsir terus bersinar, menerangi jalan bagi masa depan bangsa.

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait